Revolusi PSSI, Membawa Timnas ke Pentas Dunia

Keresahan publik sepakbola tanah air atas minimnya prestasi timnas dan semerawutnya sepakbola tanah air tak ayal mendorong unjuk rasa anti-Nurdin Halid. Bos PSSI itu dianggap biangkeladi terpuruknya prestasi nasional karena terlalu membawa Sepak Bola masuk ke ranah Politik. Tidak hanya sekedar reformasi, tapi butuh Revolusi sepak bola nasional untuk membuat timnas kembali berjaya. Setidaknya ada beberapa hal mendasar yang perlu diperbaiki.

Pertama, penataan organisasi. Kepengurusan PSSI dibawah Nurdin Halid terbukti gagal membangun pondasi sepakbola Indonesia. Ini terbukti dari tidak adanya prestasi yang diraih tim nasional, merebaknya kasus suap dan mafia wasit, serta rendahnya standar profesionalisme liga. Penataan organisasi, perombakan ataupun pergantian kepengurusan organisasi PSSI menjadi pondasi awal untuk membangun sepakbola nasional.

Kedua, peningkatan standar profesionalisme liga. Tak dipungkiri, Liga Super Indonesia (LSI) belum terlepas dari bayang-bayang kompetisi amatir, atau mungkin bolehlah dikategorikan liga semi-profesional. Ketergantungan sejumlah klub pada APBD, dan kotornya liga dengan kasus suap dan mafia wasit sangat merongrong semangat profesionalisme. Tanpa hadirnya liga profesional, sampai kapanpun sepakbola Indonesia tetap tidak akan bisa maju. Kalau mau jujur, kompetisi Galatama justru lebih profesional dan menghasilkan prestasi daripada Liga Indonesia saat ini.

Ketiga, pembinaan pemain muda. Di negara-negara sepakbola utama, seperti Brazil, Argentina, Belanda, Jerman dan Spanyol, pembinaan pemain muda menjadi program wajib klub-klub sepakbola. Assoasiasi Sepakbola memfasilitasi dengan membentuk kompetisi tingkat junior profesional untuk mengasah kemampuan bakat-bakat muda klub-klub liga utama, sebelum merumput di liga utama. Sebaiknya dana untuk mengirim tim yunior merah putih ke luar negeri, dialihkan untuk membiayai kompetisi yunior berkualitas, dan membayar pelatih-pelatih asing bagus untuk membidani tim nasional yunior dari berbagai jenjangnya.

Kira-kira kapan kita bisa mendukung tim merah putih ketika Piala Dunia berlangsung? Digelarnya Piala Dunia tahun 2022 di Asia, dengan Qatar sebagai tuan rumah, memberikan peluang kepada kita untuk tampil di pentas Dunia. Kini, saatnya mewujudkan cita-cita tampil di Piala Dunia 2022. Waktu 12 tahun dari sekarang terbilang cukup untuk merangkai angan-angan itu menjadi cita-cita. Jangan kalah dengan Korea Utara yang sukses menembus Piala Dunia 2010. Negeri yang terisolasi, lemah dukungan publik dan finansial, plus minimnya infrastruktur sepakbola, juga berhasil menjadi juara Piala Asia U-16 dan Piala Asia U-19 2010.

PSSI tidak perlu ngotot memperkerjakan pelatih asing bereputasi sekelas Fatih Terim, bahkan sekelas Jose Maurinho. Mereka pun tetap akan kesulitan mewujudkan impian kita, bila tidak dibantu dengan pondasi sepakbola nasional yang bagus. Naturalisasi pemain berdarah Indonesia atau pemain asing untuk membela merah putih pun tidak memberi jaminan memacu peningkatan prestasi tim nasional. Cukup jadikan ini sebagai proyek jangka pendek, sekaligus sarana pendidikan profesionalisme dan mental pemain muda masa depan. Membentuk tim nasional tangguh tentu tidak semudah membalikan telapak tangan. Perlu kemauan dan kerja keras marathon yang dimulai dengan penataan organisasi PSSI, kemudian berlanjut dengan peningkatan standar profesionalime liga dan pembinaan pemain muda. Tanpa itu semua, mustahil rasanya lagu “Indonesia Raya” terdengar dari arena Piala Dunia. Just Dreaming!

azzam_df@yahoo.com

Komentar