Serangan Koalisi ke Libya Langgar Resolusi PBB

Serangan koalisi atas Libya jelas-jelas melanggar kedaulatan Libya. Operasi bersandi "Odyssey Dawn" yang bertujuan menjalankan zona larangan terbang itu justru bertindak semakin aktif kendatipun kekuatan udara Libya dilaporkan telah lumpuh.Operasi yang mengatasnamakan mandat PBB itu juga malah melanggar resolusi DK -PBB 1973 untuk melindungi warga sipil Libya. Bukannya melindungi warag sipil, namun rudal-rudal koalisi justru membunuhi warga sipil. Apakah ada jaminan serangan udara serampangan koalisi dan NATO itu hanya menyasar combatant (militer),bukan non-combatan (warga sipil) yang sebagiannya merupakan loyalis Muammar Khadaffi.

Serangan koalisi lebih tepat disebut sebagai invasi atas sebuah negara berdaulat. Invasi ini sangat bermotif politik, yakni menyingkirkan Khadaffi dan mengambil keuntungan minyak Libya. Kalau memang melindungi warga sipil, mengapa dalam agresi Israel atas Palestina 2008-2009 lalu, NATO tidak bergerak? Libya terancam seperti Afghanistan dan Irak, menjadi medan ujicoba senjata Amerika Serikat dan sekutunya agar bisnis penjualan senjatanya meningkat di Timur-Tengah dan Afrika Utara. Invasi ini juga semakin menunjukan pemerintahan Presiden Barrack Obama memang tidak punya komitmen bersahabat dengan dunia Islam.

Kita menolak invasi brutal koalisi bukan untuk mendukung Rezim Muammar Khadaffi, melainkan atas alasan kemanusiaan dan keadilan. Selain itu, mengacu pada politik luar negeri bebas aktif,sebagai negara muslim terbesar dunia, Indonesia harus bersikap tegas menolak invasi koalisi dan berdiplomasi aktif melalui OKI dan Liga Arab, untuk mengupayakan gencatan senjata dan solusi damai krisis politik Libya.

danni_ferianto@yahoo.com

Revolusi PSSI, Membawa Timnas ke Pentas Dunia

Keresahan publik sepakbola tanah air atas minimnya prestasi timnas dan semerawutnya sepakbola tanah air tak ayal mendorong unjuk rasa anti-Nurdin Halid. Bos PSSI itu dianggap biangkeladi terpuruknya prestasi nasional karena terlalu membawa Sepak Bola masuk ke ranah Politik. Tidak hanya sekedar reformasi, tapi butuh Revolusi sepak bola nasional untuk membuat timnas kembali berjaya. Setidaknya ada beberapa hal mendasar yang perlu diperbaiki.

Pertama, penataan organisasi. Kepengurusan PSSI dibawah Nurdin Halid terbukti gagal membangun pondasi sepakbola Indonesia. Ini terbukti dari tidak adanya prestasi yang diraih tim nasional, merebaknya kasus suap dan mafia wasit, serta rendahnya standar profesionalisme liga. Penataan organisasi, perombakan ataupun pergantian kepengurusan organisasi PSSI menjadi pondasi awal untuk membangun sepakbola nasional.

Kedua, peningkatan standar profesionalisme liga. Tak dipungkiri, Liga Super Indonesia (LSI) belum terlepas dari bayang-bayang kompetisi amatir, atau mungkin bolehlah dikategorikan liga semi-profesional. Ketergantungan sejumlah klub pada APBD, dan kotornya liga dengan kasus suap dan mafia wasit sangat merongrong semangat profesionalisme. Tanpa hadirnya liga profesional, sampai kapanpun sepakbola Indonesia tetap tidak akan bisa maju. Kalau mau jujur, kompetisi Galatama justru lebih profesional dan menghasilkan prestasi daripada Liga Indonesia saat ini.

Ketiga, pembinaan pemain muda. Di negara-negara sepakbola utama, seperti Brazil, Argentina, Belanda, Jerman dan Spanyol, pembinaan pemain muda menjadi program wajib klub-klub sepakbola. Assoasiasi Sepakbola memfasilitasi dengan membentuk kompetisi tingkat junior profesional untuk mengasah kemampuan bakat-bakat muda klub-klub liga utama, sebelum merumput di liga utama. Sebaiknya dana untuk mengirim tim yunior merah putih ke luar negeri, dialihkan untuk membiayai kompetisi yunior berkualitas, dan membayar pelatih-pelatih asing bagus untuk membidani tim nasional yunior dari berbagai jenjangnya.

Kira-kira kapan kita bisa mendukung tim merah putih ketika Piala Dunia berlangsung? Digelarnya Piala Dunia tahun 2022 di Asia, dengan Qatar sebagai tuan rumah, memberikan peluang kepada kita untuk tampil di pentas Dunia. Kini, saatnya mewujudkan cita-cita tampil di Piala Dunia 2022. Waktu 12 tahun dari sekarang terbilang cukup untuk merangkai angan-angan itu menjadi cita-cita. Jangan kalah dengan Korea Utara yang sukses menembus Piala Dunia 2010. Negeri yang terisolasi, lemah dukungan publik dan finansial, plus minimnya infrastruktur sepakbola, juga berhasil menjadi juara Piala Asia U-16 dan Piala Asia U-19 2010.

PSSI tidak perlu ngotot memperkerjakan pelatih asing bereputasi sekelas Fatih Terim, bahkan sekelas Jose Maurinho. Mereka pun tetap akan kesulitan mewujudkan impian kita, bila tidak dibantu dengan pondasi sepakbola nasional yang bagus. Naturalisasi pemain berdarah Indonesia atau pemain asing untuk membela merah putih pun tidak memberi jaminan memacu peningkatan prestasi tim nasional. Cukup jadikan ini sebagai proyek jangka pendek, sekaligus sarana pendidikan profesionalisme dan mental pemain muda masa depan. Membentuk tim nasional tangguh tentu tidak semudah membalikan telapak tangan. Perlu kemauan dan kerja keras marathon yang dimulai dengan penataan organisasi PSSI, kemudian berlanjut dengan peningkatan standar profesionalime liga dan pembinaan pemain muda. Tanpa itu semua, mustahil rasanya lagu “Indonesia Raya” terdengar dari arena Piala Dunia. Just Dreaming!

azzam_df@yahoo.com

ADA ROKOK DAN UANG LECEK DI BAWAH FLY OVER

Para kondektur metromini berlarian menuju beton penyangga fly over, kemudian melempar sesuatu ke arah pinggir penyangga yang didekatnya duduk seorang pria bercelana bahan coklat. Para kondektur kembali menuju bus yang sudah memutar balik. Si pria yang juga memakai rompi putih bergaris hijau berpura-pura seolah tak tahu, sejurus kemudian sambil tersenyum diambilnya apa yang dilempar para kondektur, berupa rokok bungkus dan uang kertas lecek. Sementara para penumpang metro mini yang diturunkan paksa kondektur sebelum tujuannya, terlihat dongkol, sambil mengomel-omel sendiri berjalan menyusuri jalan yang padat kendaraan, mencari bus baru.

Sebuah potret suasana pagi di bawah jalan fly over Pancoran Pasar Minggu itu mungkin hanya salah satu contoh kasus dari jutaan kasus serupa di negeri ini. Bukan hanya di jalan, kantor, rumah, atau hotel semua transaksi “uang sampah” bisa terjadi. Kenaikan gaji, tunjangan tambahan, ataupun remunerasi tentu sebuah kabar gembira bagi mereka yang mengabdi untuk melayani publik. Sementara publik berharap imbal balik dari pajaknya itu berupa peningkatan pelayanan dan pemberantasan korupsi dan antek-anteknya.

Namun mungkin jalan panjang masih membetang, karena perbaikan mental dan revolusi budaya kerja tak semudah membalikan telapak tangan. Kita berharap meningkatnya kesejahteraan para pelayan publik ini nantinya berbanding lurus dengan profesionalitas dan integritas. Tas apa lagi ya? Tapi bukan uang kertas yang tak pantas. Kalau ini tentu harus diberantas! :-)

dannif_02@yahoo.com

Bank Syariah: Jangan Nikah Dulu Ya....

Dalam lowongan kerja di sejumlah Bank Syariah di Indonesia, salah satu syarat pelamar adalah: belum menikah, bahkan bersedia tidak menikah sejak direkrut (on training) selama 2 tahun, atau ada yang lebih ekstrem lagi, bagi perempuan dilarang hamil dalam masa training tersebut. Pihak bank menyaratkan ini biasanya untuk mengefektifkan kerja dan mengefesiensi anggaran selama masa kontrak dengan si pegawai baru.

Dalam kacamata umum saja, hal ini tentu menimbulkan persoalan, artinya banyak orang berpotensi yang sudah menikah, atau orang belum menikah yang ingin menikah, membatalkan keinginan kerja di bank syariah. Dalam perspektif syariah hal ini juga jelas diharamkan. Artinya, orang yang mempunyai kesanggupan, atau mungkin darurat menikah, namun gara-gara tekanan atau perjanjian ia menundanya, dicemaskan terjerumus kepada fitnah.

Sangat disayangkan bila bank Syariah yang notabenenya berusaha membumikan ekonomi syariah justru menghalangi orang menjalankan Syariah. Padahal tidak ada jaminan, para pegawai yang nantinya diterimany nanti itu tidak terjebak pada fitnah lawan jenis (zina besar dan kecil karena fitnah lawan jenis) selama masa training. Kalau begini, dimanakah syiar syariahnya? Sebaiknya perkara menikah atau tidak,jangan dijadikan syarat. Namun, beriman, qualified dan profesional itulah yang seharusnya dicari bank-bak Syariah.Bisa jadi bank syariahnya bertambah berkah,dan rizkinya dipermudah.

Mari kita tengok yuk bagaimana komentar teman2 di media2 sosial:
" Wah perlu dipertanyakan kesyariahannya nih..gmana jdnya kalau malah memilih jalan yang tidak baik setiap pegawainya jk diharuskan seperti itu..entr malah dilarang hamil bagi yang br menikah walah..." (Hidayati Nur, Guru, Jakarta)

" syariahnya kan cuma gimmick marketing aja, biar orang2 yang alergi riba pada mau nabung disana.." (Edo, PNS, Jakarta)

" Itulah jk masih blm percaya spenuhnya dgn ketentuan Allah. Msh percaya bhw sistem barat lbh baik. Pdhal sholat sunnah 2 rakaatnya orang yg sdh menikah lbh baik drpd sholat sepanjang malam ditambah puasa di siang harinya orang yg blm menikah." (Shaff, Jakarta)


denol.booker@yahoo.com

Surat Cinta

Sudah berulangkali saya menulis “ surat cinta”. Dari sekian banyak “ surat cinta” itu ada yang bertepuk sebelah tangan, ada juga yang gayung bersambut. Ah, itu tak penting, karena surat cinta ini berbeda dari surat cinta umumnya. Surat cinta ini saya tulis untuk menyampaikan unek-unek yang berpijak pada hati nurani saya. Saya ingat pesan guru saya, "Sampaikanlah yang benar sekalipun pahit"!

Saya ingat, pertamakali saya menulis surat cinta kepada sebuah majalah, isinya tentang pandangan saya tentang "Defisini Terorisme". Tak jelas tertuju pada siapa surat ini, tapi saya hanya ingin menyampaikan pandangan saya tentang terorisme. Intinya berusaha memperbaiki definis terorisme yang semakin kabur dan cenderung menyudutkan. Bahkan seorang presiden pun, kala itu, Megawati Soekarno Putri, pernah saya surati lewat media menyoal kebijakannya.

Seingat saya, beberapa lembaga pemerintah, jasa layanan publik, media juga tak luput saya kirimi surat cinta. Diantaranya, Mahkamah Agung RI berkaitan dengan proses hukum Abu Bakar Baa’syir yang saya amati tidak mengedepankan azas praduga tak bersalah, dan telah terjadi kesewenang-wenangan. Meski ini tidak ditanggapi langsung, tapi saya lega telah mengungkapkan unek-unek saya.

Kemudian pemerintah berkenaan dengan Peraturan Pemerintah (PP) 37/2006, menyinggung tunjangan anggota DPRD yang menurut saya tidak peka terhadap kondisi masyarakat. Ini tidak ditangapi, namun banyak surat sejenis masuk yang memberi tekananan kuat, dan berujung pada revisi, dan tunjangan yang telah diterima akhirnya dikembalikan.

Surat cinta juga pernah saya alamatkan kepada Deplu RI. Saya tulis surat ini karena menganggap adanya ketidakadilan dalam penyelesaikan krisis nuklir Iran. Saya mengkritik sikap yang mendukung resolusi PBB (1747) tentang sangsi atas Iran. Di kemudian hari, menjadi satu-satunya anggota DK-PBB yang abstain dan mempunyai pandangan sendiri dalam voting resolusi sangsi tambahan atas Iran (1803)

Bukan hanya lembaga pemerintah, surat cinta juga pernah saya kirimkan ke sebuah operator seluler besar negeri ini. Isinya menyangkut keluhan tentang adanya perlakuan semena-mena terhadap pelanggan. Pihak operator menghubungi berulangkali, menawarkan solusi terbaik, bersilaturahim dan memberikan cindera mata, seraya menegaskan pentingnya persahabatan kami.

Bahkan media yang menjadi salah satu tempat dimana saya biasa menulis surat cinta tak luput juga saya kirimi surat cinta. Saya cemas dengan pemberitaan tak berimbang media itu terkait insiden kekerasan di monas yang cenderung menyudutkan satu pihak, dan mengabaikan etika jurnalisme sehingga terjadi kesalahan pemberitaan karena tak hati-hati memperoleh sumber berita. Saya kira surat cinta itu tidak bakal dimuat karena menyingung korannya. Namun, mereka justru memuatnya.

Masih banyak pihak lainnya yang saya kirimi surat cinta, termasuk lembaga-lembaga penting negeri ini, termasuk DPR dan KPK. Diantaranya ada yang membalas dengan penjelasan yang baik ada pula yang mengacuhkannya. Saya tidak pernah berpikir akan masuk penjara karena cinta. Semestinya pihak yang dikirimkan cinta itu justru berterimakasih karena ada yang memperhatikan. Namun, saya selalu menyiapkan diri dengan banyak bukti-bukti bila suatu saat terjadi masalah. Artinya, kita juga harus mengedepankan kebenaran, dan tidak mengada-ngada, melebih-lebihkan, apalagi berbohong. Jadi janganlah kita takut menulis surat cinta bila melihat kesalahan atau ketidakbaikan sepanjang niatnya ikhlas dan selalu berpijak pada nurani...

hamdi.harun15@gmail.com