Miras Oh MIras...

Kecelakaan tragis, kalau memang bisa disebut sebagai kecelakaan, di Tugu Tani, Gambir, kian menegaskan bahaya pengaruh minuman keras. Sebagaimana penjelasan Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, pengemudi Daihatsu Xenia B 2479 XI, Afriani Susanti menenggak tiga botol minuman keras (miras) jenis whiskey dan bir pada malam sebelum kecelakaan. Afriani juga diketahui mengkonsumsi setengah butir pil ektasi.

Psikiater senior UI, Profesor Dadang Hawari mengatakan penabrakan yang dilakukan Afriani membuktikan minuman keras dan narkoba berdampak fatal, tidak hanya bagi psikologis seseorang, tapi juga tindakan sosial. Menurut Dadang, konsumsi minuman beralkohol dan narkoba mengakibatkan kehilangan daya realitas, para pengkonsumsi akan berhalusinasi, paranoid, dan ganggguang penglihatan. Kekacauan syaraf yang dialami Afriani lebih hebat lagi karena campuran bir, whiski, dan ekstasi membuat kadar alkohol dan narkoba semakin tinggi dalam darahnya.

Fakta di lapangan seperti dalam gambar televisi makin menegaskan situasi pasca kejadian. Saya melihat gambar asli yang lengkap, tanpa sensor dan blur, Afriani seolah biasa saja, tidak ada teriakan histeris, kesedihan ataupun tangisan melihat tubuh-tubuh penuh darah bergelimpangan di jalan-jalan. Seorang saksi mata menuturkan Afriani justru marah-marah ketika ditanya apakah dalam kondisi mabuk. Pasca insiden, gambar televisi juga menunjukan Afriani tengah menggunakan telepon selulernya.

Saya tidak bermaksud menghakimi pelaku, namun hanya ingin mengungkapkan fakta bahwa bahwa minuman keras dan narkoba berpotensi menimbulkan kerugian pada diri orang lain. Bisa jadi pelaku pemerkosaan di angkot-angkot itu juga mengkonsumsi miras dan narkoba sebelum beraksi. Alasan Komnas HAM bahwa perda miras berpotensi melanggar hak asasi manusia dan menimbulkan konflik horizontal adalah logika tidak bisa diterima. Miras itulah yang sebenarnya justru dapat memicu keresahan, dan masalah sosial di masyarakat. Konflik horisontal tidak akan pernah terjadi jika di daerah yang diterapkan perda memang tidak punya kebiasaan menkonsumsi minuman keras, atau mayoritas masyarakat memang tidak menyukai minuman keras.

Keputusan Kemendagri untuk mencabut 9 perda yang mengatur tentang pelarangan peredaran minuman beralkohol sangt perlu ditinjau. Kalau alasannya melanggar aturan yang lebih tinggi, bertentangan dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol, maka Presiden SBY justru harus mengeluarkan Keppres baru tentang hal tersebut. Perda anti-miras adalah wujud aspirasi rakyat sesuai kesepakatan bersama Pemda dan DPRD setempat. Perda ini dinilai malah membawa ketentraman, ketertiban dan kesehatan di masyarakat. Perda anti-miras justru perlu dipertahankan dan diperkuat, bila perlu ditingkatkan menjadi undang-undang agar memberikan manfaat luas bagi masyarakat.

http://azzamdf.multiply.com/

Komentar