Assalamu’alaikum, temen-teman kelas 9.
KLIK DULU AUDIO INI YA....
Jas Merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah.
Perjuangan mencapai dan mempertahankan kemerdekaan menjadi sebuah pelajaran penting tentang arti pengorbanan. Pak Danni mau mengajak melihat peristiwa perlawanan bangsa Indonesia terhadap kolonialisme (penjajahan) dalam periode tahun 1945 hingga 1949.
Dari mulut harimau masuk ke mulut buaya, pepatah itu terasa tepat menggambarkan nasib bangsa Indonesia. Setelah Jepang menyerah pada sekutu, dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, Belanda masuk kembali ke Indonesia. Sebagai bagian dari sekutu yang memenangkan Perang Dunia II, Belanda ingin kembali berkuasa di Indonesia.
Pak Danni akan jelaskan salah satu peristiwa sejarah, yakni Pertempuran Surabaya.
Ketegangan berawal dari insiden perobekan bendera Belanda di Hotel Oranje atau Hotel Yamato pada tanggal 19 September 1945. Pemuda Indonesia naik ke menara hotel merobek bagian warna biru dari bendera Belanda tersebut, bendera pun berubah menjadi merah putih.
Resolusi Jihad
Pada tanggal 22 Oktober 1945, para ulama mengeluarkan Resolusi Jihad yang membakar semangat seluruh lapisan rakyat hingga pemimpin di Jawa Timur terutama di Surabaya, sehingga dengan tegas mereka berani menolak kehadiran Sekutu yang sudah mendapat ijin dari pemerintah pusat di Jakarta.
Tiga hari berselang, 25 Oktober 1945, pasukan sekutu yang tergabung dalam Allied Forces Netherland East Indies (NICA) yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sother Mallaby mendarat di Surabaya. Awalnya, pasukan sekutu dari Brigade Infantri 49 dari Divisi ke-23 India yang berkuatan 6000 pasukan mempunyai misi mengamankan tawanan perang dan melucuti senjata Jepang. Namun, situasi ini dimanfaatkan Belanda yang ingin kembali berkuasa di Indonesia.
Tanggal 27 Oktober, sebuah pesawat Dakota menyebarkan pamflet dari Mayor Jenderal Hawthorn, Panglima Divisi ke-23. Isinya dalam waktu 2x24 jam, rakyat Surabaya harus menyerahkan senjata pada pasukan Inggris.
Kondisi itu membuat masyarakat Surabaya marah dan semakin anti sekutu. Pada 28 Oktober 1945, pejuang Indonesia menyerang pos pertahanan. Dengan berapi-api, Bung Tomo melalui siaran radio memberikan semangat kepada masyarakat untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Sempat ada perundingan antara Pemerintah Indonesia yang diwakili Presiden Soekarno, Moh Hatta dan Amir Syarifuddin dengan pihak sekutu, tapi pertempuran tetap terjadi.
Pada 31 Oktober 1945, Brigader Jenderal AWS Mallaby tewas dan menyulut kemarahan pihak sekutu. Mobil Buick yang ditumpangi Brigadir Jenderal Mallaby berpapasan dengan sekelompok pejuang Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah. Kesalahpahaman menyebabkan terjadinya tembak menembak yang berakhir dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia
Kematian Mallaby membuat sekutu murka. Pihak sekutu memperingatkan masyarakat Surabaya untuk menyerah, jika tidak akan dihancurkan. Namun masyarakat Surabaya tidak mau memenuhi tuntutan pihak sekutu. Puncaknya pada tanggal 9 November 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum kepada rakyat di Surabaya. Ultimatum dikeluarkan tanggal 9 November 1945. Isi ultimatum ini adalah agar warga Surabaya menyerahkan diri pada sekutu.
Merdeka atau Mati!
Dari sinilah muncul semboyan "Merdeka atau Mati" dan Sumpah Pejuang Surabaya sebagai berikut.
Tetap Merdeka!
Kedaulatan Negara dan Bangsa Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 akan kami pertahankan dengan sungguh-sungguh, penuh tanggungjawab bersama, bersatu, ikhlas berkorban dengan tekad: Merdeka atau Mati! Sekali Merdeka tetap Merdeka! — Surabaya, 9 November 1945, jam 18:46
Hingga batas akhir ultimatum pukul 06.00 pagi pada tanggal 10 November 1945, rakyat Surabaya tak gentar, dan tetap menolak menyerahkan diri.
Inggris mengerahkan pasukan Divisi ke-5 dan Marinir ke Surabaya. Jumlah total pasukan Inggris membengkak menjadi 30.000 prajurit didukung kapal perang, pesawat tempur, meriam dan tank untuk menghadapi pejuang.
10 November pagi, Tentara Inggris mulai melancarkan serangan. Kota Surabaya diserang dari darat, laut, dan udara. Walau kekuatan tak berimbang, para pejuang Indonesia pantang mundur.. Rakyat Surabaya membuat halang rintang agar tentara Inggris tidak leluasa bergerak.
Pertempuran baru berlangsung beberapa jam, Inggris kehilangan jenderalnya. Brigadir Jenderal Robert Guy Loder Symonds (Komandan Detasemen Artileri Tentara Inggris di Surabaya) tewas setelah pesawatnya ditembak jatuh pejuang. Gugurnya Symonds merupakan kehilangan jenderal yang kedua buat tentara Inggris di Surabaya.
Para pejuang kemerdekaan, seperti Bung Tomo, Gubernur Suryo, Kolonel Sungkono, Surachman menggerakkan rakyat Surabaya pada masa itu untuk berjuang melawan. Para tokoh-tokoh agama, seperti KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahab Hasbullah, mengerahkan santri-santri dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan.
Pertempuran Surabaya membuka
mata dunia. Indonesia masih mampu melakukan perlawanan. Tak tanggung-tanggung
yang dihadapi adalah sekutu (Inggris dan Belanda) yang merupakan pemenang
Perang Dunia II. Pertempuran ini tak luput dari propaganda buruk barat.
Surat Kabar New York Times edisi 20
November 1945, menuliskan judul berita MOSLEM
FANATICS FIGHT IN SURABAYA (Pertempuran muslim fanatik di Surabaya). Pertempuran
Surabaya 10 November
1945 antara pejuang Indonesia dengan tentara Inggris dipersepsikan orang barat
sebagai perang kaum muslim fanatik. Padahal, seluruh rakyat Indonesia terlepas apapun suku dan agamanya menolak penjajahan. Karena tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan pri keadilan.
Perlawanan Surabaya sendiri berlangsung alot selama sekitar tiga minggu. Tentara sekutu membombardir Surabaya dari darat dengan tank-tank dan udara dengan pesawat tempur, mengakibatkan kota Surabaya porak poranda. Sekitar 16.000 pejuang dari pihak Indonesia gugur sebagai syuhada,sementara 200.000 rakyat sipil mengungsi. Di pihak Inggris, 600 – 2.000 tentara tewas dalam pertempuran tersebut.
Meskipun republik menelan kekalahan dalam pertempuran. Namun,
pertempuran Surabaya membuka mata dunia, bangsa Indonesia mempunyai semangat
merdeka dari penjajahan. Semangat para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan
membuat tanggal 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan. Sedangkan tanggal
22 Oktober saat resolusi jihad dikeluarkan untuk melawan penjajah ditetapkan
sebagai Hari Santri Nasional.
Sumber:
https://www.nu.or.id
https://www.merdeka.com
REVIEW
1. Peristiwa apa yang terjadi di Hotel Yamato, 19 September 1945?
2. Mengapa rakyat Surabaya menolak kehadiran sekutu?
3. Sebutkan nama 2 jenderal tentara sekutu yang tewas dalam pertempempuran di Surabaya!
4. Sebutkan tokoh-tokoh pejuang dan ulama yang berperan dalam pertempuran surabaya!
5. Tanggal 22 Oktober ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional. Peristiwa apa yang melatarbelakanginya?
Komentar
Posting Komentar